Di era di mana pergelangan tangan kita telah menjadi etalase notifikasi, fungsi arloji konvensional telah bergeser secara fundamental. Ia bukan lagi soal penunjuk waktu, melainkan telah berevolusi menjadi jam tangan simbol status. Gagasan inilah yang menjadi dasar bagi sebuah pertanyaan: untuk apa lagi sebuah jam tangan analog? Ketika sebuah benda tidak lagi terikat pada kegunaan praktisnya, ia bebas menjadi sesuatu yang lain: sebuah pernyataan. Inilah perjalanan saya memahami filosofi ini, yang dimulai dengan ‘The Goldie’.
Baca Juga: Cerita Jam Tangan: The Seiko Trinity
The Goldie: Awal Mula Jam Tangan Simbol Status
Cerita ini tidak dimulai di butik mewah. Ia dimulai di sebuah secondary market, di antara benda-benda yang membawa cerita. Di sanalah saya pertama kali melihatnya: sebuah jam tangan Citizen dengan balutan warna emas yang khas. Desainnya klasik, mungkin lebih cocok disebut jam tangan “kakek-kakek”.
Namun, saat saya memegangnya, ada perasaan yang kuat. Memakainya terasa seperti mewarisi sesuatu yang berharga, seolah saya terlahir di keluarga old money. Merek Citizen, yang lekat dengan citra kualitas mapan, berpadu dengan kilau emas yang mencolok. Ia bukan sekadar jam; ia adalah sebuah artefak yang memancarkan aura kepercayaan diri. Saat itu saya sadar, argumen bahwa penampilan tidak penting adalah kemunafikan. Impresi pertama adalah reaksi yang tak terhindarkan, dan detail kecil seperti arloji adalah komunikator yang kuat.
Dari Aksesori Menjadi Pernyataan Status

‘The Goldie’ dengan cepat bertransformasi dari sekadar aksesori menjadi bagian dari baju zirah profesional saya. Ada perbedaan signifikan pada cara saya membawa diri saat memakainya, terutama ketika bertemu klien. Ia menjadi jangkar visual, sebuah bukti nyata dari konsep jam tangan simbol status yang mengkomunikasikan bahwa saya adalah seseorang yang menghargai warisan dan presisi.
Jam tangan ini mungkin tidak bisa menampilkan notifikasi email, tapi ia mengirimkan pesan yang jauh lebih penting. Ia adalah permulaan dari sebuah kesadaran bahwa benda-benda yang kita pilih adalah perpanjangan tangan dari narasi yang ingin kita bangun tentang diri kita sendiri.
Pada akhirnya, ‘The Goldie’ mengajarkan saya pelajaran fundamental. Ia bukan lagi tentang menunjukkan pukul berapa sekarang, tapi tentang menunjukkan siapa saya pada momen ini. Ini adalah langkah pertama dalam sebuah pengejaran sadar untuk membangun kehidupan yang bermakna—a life of consequence.