investasi kripto pemula – Izinkan saya bercerita tentang pelajaran investasi termahal yang pernah saya beli. Pelajaran ini tidak datang dari seminar mahal atau buku tebal. Ia datang dalam bentuk angka merah menyala di layar ponsel saya: minus 40% dari total portofolio saya. Lenyap dalam sekejap.
Rasanya sakit, tentu saja. Tapi anehnya, justru dari kejatuhan itulah saya menemukan cara berjalan yang benar. Ini bukan cerita tentang bagaimana menjadi kaya dari kripto. Ini adalah pengakuan jujur tentang perjalanan saya—dari seorang anak SMK yang naif, menjadi spekulan yang serakah, dan akhirnya, menjadi seorang investor yang dipaksa dewasa oleh pasar.
Fase I: Pertemuan Tak Sengaja (2016)
Perkenalan pertama saya seorang Daffa Aslam yang kalian kenal dengan kripto sama sekali tidak glamor. Lupakan cerita soal jadi kaya mendadak. Waktu itu tahun 2016, dan saya hanyalah seorang siswa SMK yang butuh cara praktis untuk membayar tagihan domain dan hosting. Di masa itu, belum banyak pilihan pembayaran digital yang mudah.
Saya menemukan Bitcoin di sebuah forum, melihatnya murni sebagai alat. Sebuah solusi. Prosesnya pun mekanis: saya mendaftar di bitcoin.co.id
(sekarang Indodax), membeli Bitcoin secukupnya, lalu mengirimkannya ke Hostinger. Selesai. Tidak ada debaran jantung melihat grafik, tidak ada mimpi punya Lamborghini. Kripto saat itu, bagi saya, hanyalah sebuah ‘perkakas’ di dunia digital.
Fase II: Merasa Jadi Raja, Berakhir Jadi Korban (2020 – 2024)
Beberapa tahun kemudian, dunia seakan meledak dengan obrolan soal kripto. Semua orang membicarakannya. Tentu saja, saya ikut terseret arus. Fase “coba-coba” saya dalam investasi kripto pemula di 2020 berakhir dengan kerugian kecil—biaya yang saya anggap wajar untuk sebuah kebodohan.
Namun, yang benar-benar berbahaya adalah saat saya mulai merasa pintar.
Di awal 2024, saya beruntung besar. Saya berhasil meraih keuntungan 200% dari sebuah token meme. Dalam sekejap, saya merasa seperti Midas, semua yang saya sentuh berubah jadi emas. Perasaan itu memabukkan. Dan rasa jenius itu adalah nama lain dari keserakahan. Dengan kepercayaan diri buta, saya mulai menaruh uang di berbagai aset lain tanpa riset, hanya berdasarkan feeling.
Lalu pasar memberikan tamparan kerasnya. April 2024, sebuah konflik geopolitik di Timur Tengah mengguncang segalanya. Ponsel di tangan saya terasa dingin. Angka-angka merah itu bukan sekadar data, rasanya seperti rapor kegagalan pribadi. Di tengah kepanikan, bukannya berhenti, saya malah mengikuti bisikan FOMO dari influencer dan mencoba “menyelamatkan” keadaan. Keputusan itu justru menyeret saya lebih dalam. 40% dari hasil kerja keras saya musnah.
Malam itu, saya tidak menyalahkan siapa pun. Hanya ada saya dan cerminan diri saya yang terlalu serakah di layar ponsel yang mati.
Fase III: Belajar Berjalan Kembali (2024 – Sekarang)
Ada dua pilihan saat jatuh: tetap di bawah, atau memungut serpihan diri untuk belajar berjalan lagi. Tentu saja saya memilih yang kedua. Kesadaran pahit menghantam saya: pasar tidak bisa dilawan dengan modal nekat, ia harus dipahami.
Maka, dimulailah fase di mana saya menjadi murid pasar. Malam-malam yang biasanya habis untuk cemas melihat grafik, kini berganti dengan membaca laporan ekonomi. Perlahan, saya mulai bisa menghubungkan titik-titik antara kebijakan The Fed di Amerika dengan harga Bitcoin. Kemampuan untuk membedakan mana proyek teknologi yang punya masa depan dan mana yang hanya “kembang gula” digital pun semakin terasah. Pada titik inilah, saya berhenti berjudi dan benar-benar mulai berinvestasi.
Prosesnya lambat. Tidak ada lagi keuntungan instan. Saya membangun kembali portofolio saya bata demi bata, berdasarkan riset dan keyakinan fundamental, bukan lagi euforia sesaat. Awal 2025, portofolio saya akhirnya kembali hijau. Rasanya jauh lebih memuaskan daripada keuntungan 200% dulu, karena kemenangan kali ini adalah hasil dari strategi, bukan sekadar keberuntungan.
Satu Pesan dari Perjalanan Ini
Jika ada satu hal yang bisa saya bagikan dari perjalanan berdarah-darah ini, inilah dia: perlakukan investasi seperti Anda membangun sesuatu yang berharga dalam hidup. Ia butuh kesabaran, butuh riset, dan yang terpenting, butuh kesadaran bahwa setiap keputusan yang Anda ambil akan melahirkan konsekuensi.
Jangan hanya ikut-ikutan. Jadilah pemilik dari setiap keputusan Anda. Karena pada akhirnya, keuntungan terbesar dari investasi bukanlah uang, melainkan kebijaksanaan yang Anda dapatkan setelah melewati badai.